Download OkeKlinik App

Temukan Dokter

Komunikasikan masalah kesehatan dengan mudah

Hidup Sehat

Cara Istirahat Yang Benar Menurut Psikologi

Artikel dipublikasikan : 11 Maret 2023 20:42
Dibaca : 1210 kali

Foto : Freepik

Istirahat dapat meningkatkan suasana hati kita, kesejahteraan secara keseluruhan dan kapasitas kinerja. Tetapi seringkali kita menekankan istirahat pada soal tidur dan makan. Bagaimanakah istirahat yang benar menurut ahli psikologi ? 

Adalah Charlotte Fritz, PhD, seorang profesor psikologi industri atau organisasi di Portland State University, Oregon, yang mengatakan bahwa istirahat dapat meningkatkan suasana hati kita, kesejahteraan secara keseluruhan dan kapasitas kinerja. 

Istirahat dari pekerjaan, berapa lama istirahat harus berlangsung dan aktivitas apa yang harus dilakukan, akan berbeda pada masing-masing orang dan pekerjaan. Tetapi penelitian memberi kita pemahaman yang lebih dalam tentang makna istirahat. Yakni, melepaskan diri secara teratur dari tugas pekerjaan, baik selama hari kerja maupun di luar jam kerja. Ini dapat membantu memulihkan energi dalam jangka pendek dan mencegah kelelahan dalam jangka panjang.

Menurut Fritz, sama seperti olahraga teratur dan tidur, istirahat kerja berfungsi sebagai pencegahan dan intervensi. Beristirahat secara teratur membantu kita menjadi lebih tangguh saat stres muncul, dan itu berfungsi sebagai intervensi untuk membantu kita mengatasi kesibukan sehari-hari. 

Istirahat singkat dari pekerjaan

Istirahat singkat dapat membantu kita melakukan yang terbaik. William S. Helton, PhD, seorang profesor psikologi di Universitas George Mason di Fairfax, Virginia, dan rekannya, telah menunjukkan bahwa istirahat singkat dapat meningkatkan perhatian. 

Dalam suatu studi, Helton memberi ujian kepada mahasiswa yang mengharuskan mereka memantau peta jalur kereta api di layar. Tugas ini melibatkan perhatian berkelanjutan saat mereka melacak rute kereta api yang direncanakan. 

Satu kelompok  mahasiswa tidak mendapat istirahat selama tugas 45 menit. Tanpa meninggalkan ruangan, peserta lain mengambil istirahat lima menit di tengah tugas dan secara acak ditugaskan ke salah satu dari lima kegiatan ini: duduk diam, mendengarkan musik, menonton video musik, memilih antara musik atau video, atau menghabiskan waktu istirahat sesuka mereka. 

Apa pun jenis istirahatnya, semua siswa dalam kelompok istirahat melakukan tugas perhatian lebih baik daripada mereka yang terus bekerja keras tanpa istirahat. Studi ini adalah salah satu dari banyak penelitian yang menemukan bahwa memfokuskan perhatian kita terlalu lama dapat membuat kita lelah. 

Pekerjaan yang berkepanjangan tampaknya menguras tenaga. Anda mulai memudar dan ada penurunan kinerja, kata Helton. 

Para ilmuwan masih memilah-milah apakah penurunan itu disebabkan oleh kelelahan saraf, penumpukan limbah di otak, gangguan fungsi eksekutif, atau hal lain—tetapi hasilnya jelas. Tidak diketahui persis apa yang terkuras di otak, tetapi ketika Anda melakukan tugas yang menuntut secara kognitif, otak bekerja seolah-olah ada 'bahan bakar mental' yang terbakar.

Kehabisan bahan bakar mental bisa sangat berbahaya dalam beberapa pekerjaan. Contohnya, adalah pilot dan pengawas lalu lintas udara, yang pekerjaannya membutuhkan perhatian berkelanjutan yang intens.

Istirahat yang memperbaiki mood

Istirahat yang bisa memperbaiki mood juga benar menurut psikologi. Para peneliti di University of Illinois di Urbana-Champaign,mengkategorikan istirahat ini sebagai:

  • Relaksasi, seperti peregangan atau melamun 

  • Sosial, seperti mengobrol dengan rekan kerja atau mengirim SMS ke teman

  • Kognitif, seperti membaca berita atau menonton klip video 

  • Nutrisi, seperti makan atau minum. 

Dalam suatu studi ditemukan, peserta yang mengambil lebih banyak istirahat untuk bersantai, bersosialisasi, atau terlibat dalam aktivitas kognitif telah meningkatkan pengaruh positif di tempat kerja.

Istirahat dengan melakukan pekerjaan yang disukai

Penelitian lainnya di Baylor University menunjukkan bahwa istirahat untuk aktivitas yang Anda sukai dapat meningkatkan kesejahteraan. Dalam penelitian yang menyurvei pekerja administrasi tentang kebiasaan istirahat mereka, baik formal maupun informal, para peneliti menemukan bahwa pekerja yang beristirahat untuk melakukan sesuatu yang mereka sukai melaporkan lebih sedikit gejala kesehatan seperti sakit kepala, ketegangan mata, dan nyeri punggung bawah. Mereka juga melaporkan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan tingkat kelelahan yang lebih rendah (Journal of Applied Psychology, Vol. 101, No. 2, 2016.).

Tidak membawa pekerjaan ke rumah

Penelitian lain di University of Mannheim di Jerman. menunjukkan bahwa karyawan yang mengalami lebih banyak keterpisahan psikologis dari pekerjaan selama jam kerja melaporkan kepuasan hidup yang lebih tinggi dan mengalami lebih sedikit ketegangan psikologis daripada mereka yang tidak memutuskan hubungan kerja selama jam kerja. 

dan waktu luang setelah bekerja untuk menghilangkan stres dan meningkatkan kesejahteraan.”

Bersosialisasi 

Makan siang dengan rekan kerja dapat menjadi cara yang menyenangkan untuk melepaskan diri dari pekerjaan dan memiliki manfaat tambahan untuk meningkatkan dukungan sosial dan memperbaiki suasana hati pekerja. 

Namun, hal ini akan dapat memiliki sisi gelap apabila atasan Anda ada di meja makan siang. Jika Anda harus memantau apa yang Anda katakan dan lakukan serta mengatur emosi Anda, Anda akan banyak menggunakan sumber daya kognitif Anda.

Meskipun mungkin tidak selalu mungkin untuk merancang waktu istirahat yang ideal, ada beberapa aturan praktis yang berguna untuk mengoptimalkan waktu Anda jauh dari meja. 

Helton menyarankan untuk memilih aktivitas yang tidak terlalu mirip dengan pekerjaan yang Anda lakukan. 

Berolahraga dan menghabiskan waktu di alam terbuka

Bagi kebanyakan orang yang bekerja dalam pekerjaan yang membutuhkan upaya mental, istirahat yang melibatkan olahraga dan menghabiskan waktu di alam mungkin merupakan taruhan yang bagus.

Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat, termasuk menghilangkan stres. Dan sebuah studi di Universitas Tel Aviv, ditemukan bahwa karyawan dengan depresi lebih mungkin mengalami kelelahan kerja, sementara mereka yang mengalami kelelahan kerja lebih mungkin mengalami depresi. Namun dalam kedua kasus tersebut, perkembangan tersebut jauh lebih kecil kemungkinannya di antara karyawan yang melakukan aktivitas fisik secara teratur.

Menghabiskan waktu dengan melihat pemandangan alam, juga mengurangi stres dan dapat memulihkan defisit kinerja kognitif yang terkait dengan peningkatan stress. 

Istirahat dengan cara tidur 

Tidur adalah komponen vital, sering diabaikan, dari kesehatan dan kesejahteraan setiap orang secara keseluruhan. Tidur itu penting karena memungkinkan tubuh untuk memperbaiki dan menjadi bugar dan siap untuk hari lain.

Istirahat yang cukup juga dapat membantu mencegah penambahan berat badan berlebih, penyakit jantung, dan peningkatan durasi penyakit.

Kebutuhan tidur 

Kebutuhan tidur setiap orang berbeda-beda, tergantung pada usianya. Seiring bertambahnya usia, orang biasanya membutuhkan lebih sedikit tidur agar tubuh berfungsi dengan baik.

Rincian kebutuhan tidur adalah sebagai berikut:

  • Bayi baru lahir (0–3 bulan): 14–17 jam

  • Bayi (4–12 bulan): 12–16 jam

  • Balita (1–2 tahun): 11–14 jam

  • Prasekolah (3–5 tahun): 10–13 jam

  • Usia sekolah (6–12 tahun): 9–12 jam

  • Remaja (13–18 tahun): 8–10 jam

  • Dewasa (18–60 tahun): 7 jam lebih

  • Dewasa (61–64 tahun): 7–9 jam

  • Dewasa (65+ tahun): 7–8 jam

Selain jumlah jam, kualitas tidur juga penting. Tanda-tanda kualitas tidur yang buruk meliputi:

  • Bangun di tengah malam.

  • Masih belum merasa istirahat setelah cukup jam tidur.

 

___________________ 

 

Referensi : 

Medical News Today (2023), Why Sleep is Essential for Health 

American Psychological Association (2019), Give me a break. 

Recovery From Job Stress: The Stressor-Detachment Model as an Integrative Framework
Sonnentag, S., & Fritz, C. Journal of Organizational Behavior, 2015

Rest Is Still Best: The Role of the Qualitative and Quantitative Load of Interruptions on Vigilance
Helton, W.S., & Russell, P.N. Human Factors, 2017

Embracing Work Breaks: Recovering From Work Stress
Fritz, C., et al. Organizational Dynamics, 2013

Hayley, A. C., et al. (2015). The relationships between insomnia, sleep apnoea and depression: Findings from the American National Health and Nutrition Examination Survey, 2005–2008. [Abstract]. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25128225/Trusted Source

 

Hubungi Kami
Terace Mahakam, Jl. Mahakam No.6, Kramat Pela,
Kec. Kby. Baru, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12130
02122772701
business.support@okeklinik.com
help@okeklinik.com